Sleman, metroraya.id — Universitas Atma Jaya Yogyakarta UAJY sukses menggelar Seminar Nasional Reformaction 2025 di Auditorium Kampus 2 Gedung St. Thomas Aquinas. Sabtu pagi, 20/9/25.
Seminar yang dihadiri oleh 200 peserta ini mengusung tema “Dinamika Demokrasi dan Hukum di Indonesia: Mahasiswa sebagai Agent of Change” yang menekankan pentingnya peran generasi muda dalam menjaga keberlangsungan demokrasi di tanah air.
Acara menghadirkan dua narasumber utama dari bidang hukum. Pertama, Prof. Dr. H. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U., M.I.P., mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan yang dikenal luas sebagai tokoh demokrasi. Kedua, Dr. W. Riawan Tjandra, S.H., M.Hum., dosen Fakultas Hukum UAJY. Diskusi ini dipandu oleh Bibianus Hengky Widhi Antoro, S.H., M.H., selaku moderator.
Seminar dibuka dengan penampilan tari dari Unit Kegiatan Mahasiswa Komstar, dilanjutkan sambutan oleh Jose Maria, ketua pelaksana, yang mengungkapkan rasa syukur atas terselenggaranya acara. Rektor UAJY, Dr. G. Sri Nurhartanto, S.H., LL.M., juga turut memberikan apresiasi. Ia menegaskan bahwa seminar ini diharapkan dapat mengasah sikap kritis mahasiswa agar lebih peka terhadap isu demokrasi dan hukum di Indonesia.
Setelah rangkaian sambutan dan apresiasi dari pihak kampus, acara berlanjut pada inti diskusi. Dalam kesempatan ini, Prof. Mahfud MD memaparkan sejumlah poin penting terkait dinamika demokrasi di Indonesia. Ia menguraikan secara runtut mulai dari alasan bangsa ini memilih sistem demokrasi hingga peran mahasiswa sebagai agen perubahan.
Mengapa Demokrasi Dipilih
Dalam pemaparannya, Mahfud MD menjelaskan alasan historis sekaligus filosofis mengapa Indonesia memilih demokrasi sebagai sistem politik. Pertama, karena demokrasi memberikan ruang partisipasi rakyat serta sirkulasi kekuasaan yang memungkinkan adanya mekanisme koreksi terhadap pemerintah.
Kedua, pilihan ini merupakan kesepakatan para pendiri bangsa. Pada 10 Juli 1945, sidang BPUPK menghasilkan keputusan bahwa 55 anggota mendukung republik, enam memilih monarki, dan satu abstain. Kesepakatan itu kemudian ditegaskan dalam Pasal 1 UUD 1945 yang menegaskan Indonesia sebagai negara kesatuan berbentuk republik.
Demokrasi Harus Sejalan dengan Hukum
Mahfud mengingatkan bahwa demokrasi tidak bisa berdiri sendiri tanpa hukum yang kuat. Demokrasi tanpa rule of law hanya akan melahirkan kesewenang-wenangan.
“Peristiwa akhir Agustus lalu bisa menjadi contoh. Demokrasi yang tidak dibarengi penegakan hukum justru berujung anarki. Jika tidak segera diselesaikan, keadaan bisa makin parah,” tegasnya.
Tantangan Oligarki dan Legalisme Otokratik
Lebih lanjut, Mahfud menyinggung bahaya oligarki yang kian menguat. Ia mengutip buku Paradoks Indonesia karya Prabowo Subianto (2017) dan diaktualkan pada sitasi terkini (2025) yang menyebutkan Gini Rasio Indonesia berada di angka 0,381.
“Kalau mencapai 0,500, negara bisa hancur,” katanya. Ia juga menyoroti ketimpangan kekayaan, di mana 10 persen penduduk terkaya menguasai 77 persen kekayaan nasional.
Selain itu, muncul fenomena legalisme otokratik, yakni ketika penguasa membuat atau mengubah aturan sesuai kepentingan sempit. Praktik ini, kata Mahfud, berbahaya karena menjadikan hukum sekadar alat kekuasaan, bukan pelindung rakyat.
Enam Peran Mahasiswa
Sebagai penutup paparannya, Mahfud memberikan enam pesan penting untuk mahasiswa:
- Perkuat literasi dan wawasan kebangsaan.
- Bangun diri dengan integritas.
- Pegang teguh moral dan etika.
- Jadi teladan dalam sikap antikorupsi.
- Kawal demokrasi dan hukum dengan data, bukan sekadar opini.
- Jadilah inovator sekaligus problem solver di tengah masyarakat.
Pandangan Akademisi Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Melengkapi materi Mahfud, Dr. Riawan Tjandra memaparkan fase-fase gerakan mahasiswa dari masa ke masa. Ia menekankan bahwa mahasiswa hari ini perlu memiliki visi, inovasi, sikap adaptif, inklusif, integritas, serta kemampuan membangun jejaring. Dengan gaya filosofis, ia berpesan kepada anak muda:
“Daripada terus mengeluh tentang jalan yang tidak rata, lebih baik kita mulai dengan memakai alas kaki untuk berjalan di atasnya.”
Menutup sesi seminar, Mahfud kembali berpesan agar mahasiswa menjaga ketekunan dan integritas.
“Saya pernah jadi dosen, profesor, penulis, dan menteri. Semua itu hanya bisa dicapai dengan kerja keras dan integritas. Banyak orang tahan hidup dalam kesulitan, tapi banyak juga yang tidak tahan dengan kekayaan. Karena itu, tetaplah jujur dan tekun,” tutupnya disambut tepuk tangan peserta.
Seminar Nasional Reformaction 2025 di UAJY ini bukan sekadar ruang akademik, tetapi juga pengingat bahwa masa depan demokrasi Indonesia ada di tangan generasi muda. Dengan bekal ilmu, integritas, dan keberanian bersuara, mahasiswa diharapkan mampu menjadi penjaga nilai-nilai demokrasi sekaligus agen perubahan yang membawa bangsa ke arah lebih baik. *Pewarta: Gilang Indra Wicaksana | Editor: Retnowati.
Leave a Reply