Sleman, metroraya.id – Himpunan Mahasiswa Islam HMI Cabang Sleman dari Universitas Gajah Mada UGM melakukan audiensi bersama Bupati Kabupaten Sleman H. Harda Kiswaya, S.E., M.Si. Audiensi ini dilakukan untuk menyampaikan hasil riset terkait fenomena anak putus sekolah di wilayah Sleman. Senin, 1 Juli 2025, di Kantor Bupati Sleman, Jl Parasamya, Beran, Tridadi, Sleman, Yogyakarta.
Dalam pertemuan tersebut, HMI Cabang Sleman yang memaparkan sejumlah temuan penting yang diperoleh melalui pendekatan fenomenologi, dengan menggali pengalaman subjektif anak-anak yang tidak lagi melanjutkan pendidikan formal. Riset dilakukan pada bulan April hingga Mei 2025 dan melibatkan beberapa narasumber yang mengalami putus sekolah di jenjang SD dan SMP di Kabupaten Sleman.
Sekretaris Umum HMI Cabang Sleman, Muhammad Royhansyah Ismail (Mahasiswa Fakultas Hukum UGM), menjelaskan bahwa riset yang bertajuk Menafsirkan Suara Yang Terabaikan: Studi Fenomenologi Hermeneutik Tentang Faktor Risiko Dan Peluang Pencegahan Anak Putus Sekolah Di Sleman, Yogyakarta, merupakan bentuk kepedulian HMI Cabang Sleman terhadap isu pendidikan yang kerap luput dari perhatian publik.
“Kami ingin mengetahui faktor-faktor yang secara langsung menyebabkan keputusan anak untuk berhenti sekolah, dan mencoba menyusun rekomendasi kebijakan yang lebih tepat sasaran,” ujarnya.
Sebelumnya, pada 30 Juni 2025 HMI Cabang Sleman juga berkesempatan berdialog dengan Plt. Kepala Dinas Pendidikan Sleman, Mustadi, S.Sos., M.M. Dalam pertemuan ini, Mustadi mengungkapkan bahwa data awal mengenai anak putus sekolah, terutama di jenjang SMA, adalah 394 anak. Namun, setelah konfirmasi lebih lanjut, Tim Riset HMI Cabang Sleman dan Dinas Pendidikan Sleman menemukan bahwa jumlah anak putus sekolah secara keseluruhan bisa mencapai angka 2.000 anak.

Perwakilan HMI Cabang Sleman Menyerahkan Hasil Riset Kepada Plt. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, Dalam Audiensi Di Kantor Bupati Sleman, 30 Juni 2025. Foto: Dok. Ist.
Meskipun Indeks Pembangunan Manusia IPM Kabupaten Sleman pada tahun 2024 tergolong tinggi yakni mencapai angka 85,71 – data dari Dinas Pendidikan menunjukkan bahwa angka putus sekolah masih mengkhawatirkan. Laporan awal menyebutkan ada 394 anak putus sekolah, khususnya di jenjang SMA. Namun, setelah dilakukan konfirmasi lebih lanjut ke Dinas Pendidikan, Tim Riset justru menemukan bahwa jumlah anak putus sekolah secara keseluruhan bisa mencapai angka 2.000 anak.
“Dari tim Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, justru Saya mendapatkan data angka putus sekolah jauh lebih besar, yaitu sekitar 2000 anak,” ujar Mustadi.
Temuan riset ini mengungkap empat faktor utama penyebab anak putus sekolah di Kabupaten Sleman. Pertama, ketidakstabilan dalam keluarga seperti perceraian dan beban ekonomi. Kedua, pengalaman negatif di sekolah, mulai dari bullying hingga lingkungan belajar yang tidak suportif.
Ketiga, kurangnya pendampingan dan deteksi dini dari pihak sekolah terhadap siswa yang berisiko putus sekolah. Keempat, ketidakjelasan dalam pengelolaan bantuan pendidikan seperti Kartu Indonesia Pintar KIP yang menyebabkan siswa tidak mengetahui hak-haknya secara utuh. Dan kelima, kurangnya sosialisasi terhadap program-program bantuan pendidikan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman.
Dalam kajiannya, HMI Cabang Sleman mengajukan beberapa rekomendasi kebijakan serta program konkret yang dapat diimplementasikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman. Rekomendasi tersebut seperti Terkait ketidakjelasan pengelolaan bantuan pendidikan seperti Kartu Indonesia Pintar KIP dan kurangnya sosialisasi program bantuan pendidikan dari Pemda, HMI Cabang Sleman menyarankan perbaikan sistem informasi dan sosialisasi yang masif dan jelas, memastikan siswa dan orang tua memahami hak-hak mereka serta bagaimana mengakses bantuan secara transparan dan akuntabel.
Selain itu, mengingat beragamnya faktor penyebab seperti ketidakstabilan keluarga dan pengalaman negatif di sekolah, HMI Cabang Sleman menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor. Hal ini mencakup kerja sama dengan lembaga sosial dan keagamaan seperti BAZNAS untuk menyalurkan bantuan finansial secara terarah, pelibatan suara masyarakat dalam perumusan kebijakan agar tidak hanya bersifat top-down, serta sinergi erat antar Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial untuk menangani aspek ekonomi, keluarga, dan sosial. Rekomendasi ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan memberikan dukungan psikososial bagi keluarga yang membutuhkan.
Menanggapi paparan tersebut, Bupati Kabupaten menyampaikan apresiasi atas inisiatif mahasiswa yang telah berkontribusi dalam menganalisis persoalan mendalam di masyarakat. Ia juga memberikan respon konkret terkait solusi yang bisa segera dilakukan.
“Saya akan upayakan kolaborasi antara HMI Cabang Sleman, Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman, dan BAZNAS Kabupaten Sleman untuk menyasar langsung anak-anak yang terkendala biaya sekolah. Dana dari APBD dan zakat akan kami salurkan secara terarah, agar benar-benar diterima oleh mereka yang membutuhkan,” ungkap Harda Kiswaya.
Menurut Bupati, riset ini menjadi alarm penting bahwa tingginya IPM belum tentu mencerminkan pemerataan akses pendidikan. “Saya merasa terbantu dengan temuan dari kalian karena bermanfaat bagi pendidikan. Nantinya akan Saya dorong agar hasil riset ini bisa menjadi referensi dalam perumusan kebijakan pendidikan daerah,” lanjutnya.
Kegiatan ini menjadi ruang dialog terbuka antara generasi muda dan pemerintah daerah dalam menyusun arah kebijakan yang lebih responsif terhadap realitas di lapangan.
Kajian dan audiensi ini merupakan bagian dari Sosial Project HMI Cabang Sleman: Edisi Bulan Pendidikan. Tim riset HMI Cabang Sleman terdiri dari lima mahasiswa yakni Nabiel Syahilabi Rajasa (Ketua, Filsafat UGM), Gilang Indra Wicaksana (FISIPOL UGM), Muhammad Al-Kauthar (Filsafat UGM), Panji (FISIPOL UGM), dan Bukhori Sayyidina (FISIPOL UGM).
Sebelumnya juga HMI Cabang Sleman sudah memberikan bantuan pendidikan kepada 32 siswa kurang mampu di Kabupaten Sleman dengan total bantuan kurang lebih Rp 15.000.000,00 Melalui rangkaian kegiatan ini, HMI Cabang Sleman berharap agar Pemerintah Kabupaten Sleman dapat menggandeng lebih banyak pihak dalam mengatasi persoalan anak putus sekolah. Bukan hanya melalui kebijakan top-down, tetapi juga dengan melibatkan suara masyarakat dan pendekatan berbasis empati. Rls./Gilang IW/Saifa Anis.
Leave a Reply