Yogyakarta,metroraya.id – Di Gedung Bima Komplek Kantor Disbud DIY, Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta, Dian Lakshmi Pratiwi, S.S., M.A., menerima kunjungan Tim Garuda 9 plus yakni Nano Asmorondono, Achmad Charris Zubair, Oni Wantara, Yani Saptohoedoyo, Isti Sri Rahayu pengusul penetapan Hari Kebudayaan Nasional. Selasa, 17/6/25.
Dalam pertemuan tersebut Kadisbud DIY didampingi Kabid Sejarah, Bahasa, Sastra dan Permuseuman, Kabid Perencanaan, Kasi Permuseuman, dan Kasi Bahasa dan Sastra serta Staf Seksi Sejarah. Dalam sambutannya Ia mengungkapkan telah bertemu Menteri Kebudayaan Republik Indonesia beberapa bulan sebelumnya dan beberapa kali diundang dalam Forum Group Diskusi FGD. Baik secara pribadi maupun kelembagaan Ia sangat mendukung pengusulan ditetapkannnya Hari Kebudayaan Nasional tersebut.

Pertemuan Tim Garuda Sembilan Plus Dengan Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY Di Lantai 2 Gedung Bima. Foto: Dok. Tim Garuda Sembilan Plus For metroraya.id
“Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta hari ini sudah menerima pengusulan urgensi pentingnya kita memiliki Hari Kebudayaan Nasional Indonesia. Tentu saja kami di Dinas Kebudayaan akan mencoba memfasilitasi untuk supaya pentingnya materi ini bisa didesiminasi dengan berbagai tahapan sehingga masyarakat, kelompok ataupun akademisi bisa memberikan masukan, bisa memberikan pertimbangan yang pada dasarnya kita berharap akan semakin menguatkan urgensi tersebut. Nah, desiminasi-desiminasi yang akan kita lakukan ke depan tentu akan melibatkan banyak pihak dan stakeholder yang selama ini banyak berkecimpung di bidang pelestarian kebudayaan pada umumnya,” jelas Dian Lakshmi.
Salah satu Tim Garuda 9 Plus Achmad Charris Zubair mengemukakan, pentingnya Hari Kebudayaan Nasional itu ditetapkan karena kita memiliki satu kemajemukan luar biasa dalam hidup berbangsa dan bernegara. Bahkan negara Indonesia dikatakan punya tingkat nilai kemajemukan tertinggi di dunia, baik dari segi geografis, suku dan bahasa, keyakinan adat istiadat dan lain lain. Hampir semua aspek itu beraneka ragam.
“Kita tahu persis bahwa yang namanya kebudayaan itu sistem kehidupan yang meliputi nilai budaya pandangan hidup, sistem normatif sikap perilaku maupun karya-karya budaya. Dan kita memiliki luar biasa kemajemukan itu dan akhirnya muncul satu kesadaran bahwa bhinneka tunggal ika merupakan satu adegium, satu-satunya semboyan yang dapat membangun kesadaran yang berdasarkan keanekaragaman. Dan oleh karena itu dalam proses panjang sejarah bangsa kita kesadaran kemajemukan, kesadaran kebhinnekaan itu sudah muncul,” paparnya.
Ia juga menjelaskan bahwa di jaman Majapahit muncul adegium bhinneka tunggal ika tan hana darma mangru dalam kitab Sutasoma kemudian menjelang kemerdekaan muncul Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei, Sumpah Pemuda 28 Oktober, perjalan dialog di sidang BPUPKI dan PPKI, kemudian tercipta lambang Garuda Pancasila yang kemudian diperkenalkan pada sidang kabinet 11 Februari 1950 dan 17 Agustus 1950 diperkenalkan lambang Garuda Pancasila melalui Peraturan Pemerintah No 66, 17 Oktober 1951 yang menetapkan lambang Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika itu merupakan puncak politik kebudayaan. Runtutan peristiwa-peristiwa bersejarah tersebut menguatkan pemikiran bersama untuk mengusulkan adanya Hari Kebudayaan Nasional. *Penulis/Editor: Rochmad/Retnowati.
Leave a Reply