Aparat Berwenang Akan Panggil Notaris Dan Blokir Internal Serifikat Tanah Mbah Tupon

Bantul, metroraya.id – Nama Mbah Tupon belakangan viral kemana-mana. Dari ART hingga anggota DPR RI menaruh simpati dan menggaungkan slogan Justice for Mbah Tupon, seseorang yang terkenal dermawan dan tak bisa baca tulis.

Kisahnya berawal saat PT PNM Venture Capital tiba-tiba memasang plang lelang di atas tanah seluas 1.65meter persegi milik Mbah Tupon. Hal ini karena seseorang yang bernama IF tidak bisa mengangsur pinjaman. Mbah Tupon yang merasa tak pernah berurusan dengan gadai menggadai sertifikan tanah pun kaget, bingung dan resah luar biasa. Warga yang mengenal sosok Mbah Tupon akhirnya tidak tinggal diam melihat kezaliman menimpa Mbah Tupon yang senang mewakafkan sebagian tanahnya untuk kepentingan umum. Warga kemudian membuat petisi dukungan untuk Mbah Tupon.

Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Bantul akhirnya memblokir secara internal sertifikat Mbah Tupon dan akan memanggil Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau notaris Anhar Rusli terkait beralihnya nama sertifikat tanah dari Mbah Tupon ke IF.

Hal ini diungkapkan oleh Kepala Kantor ATR/BPN Kabupaten Bantul Tri Harnanto di kantornya, Selasa (29/4/2024).

“Kami amankan warkah-warkah (dokumen) pemecahan, kemudian warkah peralihan, dan warkah pelekatan hak tanggungan ini sudah kita amankan,” kata Tri.

Tri menambahkan, ATR/BPN Kabupaten Bantul kemudian telah berkoordinasi ke Kalurahan Bangunjiwo, dan Pemkab Bantul, untuk mendapatkan informasi dan menentukan langkah selanjutnya. Tak sampai disitu, Tri mengungkapkan jawatannya juga telah mendatangi kantor PPAT atau notaris, Anhar Rusli yang beralamat di Pasar Niten, Jl. Bantul, Kabupaten Bantul.

“Saat kami datangi PPAT, dan fakta di lapangan kantor itu tutup sehingga kami tidak bisa menggali informasi, dan sudah kami laporkan ke Kakanwil ATR/BPN,” jelas dia.

Meski demikian, Tri mengaku pihaknya tetap akan memanggil PPAT atau notaris Anhar Rusli untuk dimintai keterangan dalam forum majelis pembinaan dan pengawasan.

“Pemanggilan ini dalam konteks majelis pembinaan dan pengawasan PPAT. Sehingga akan didapatkan keterangan terkait peristiwa ini. Dari sana nanti akan didapatkan keterangan mengenai pelanggaran apa yang dilakukan,” kata Tri.

Menurut Tri, apabila dalam proses hukum yang dilakukan oleh Polda DIY dan ditemukan adanya pelanggaran dari PPAT Anhar Rusli, maka ATR/BPN Bantul akan mencermati pelanggaran apa yang dilakukan.

Sebab, ada beberapa tingkatan sanksi yang bisa diberikan apabila PPAT terbukti bersalah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri nomor 2 tahun 2018 tentang pembinaan dan pengawasan PPAT.

“Sesuai dengan ketentuan tersebut ada sanksi. Ada tahapan mulai dari teguran, tertulis, lalu pelanggaran ringan itu ada hukuman antara 3 bulan sampai 2 tahun tidak boleh melakukan aktivitas,” kata Tri.

Kemudian untuk kategori pelanggaran berat, Tri menyebut PPAT tersebut bisa dikenakan sanksi berat. “Bisa berupa penghentian tidak dengan hormat,” katanya.

Kasus penipuan dan penggelapan tanah milik warga Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan itu terkuak setelah tanah seluas 1.655 meter persegi milik Tupon, tiba-tiba berganti nama dan dijaminkan ke Bank.

Anak dari Tupon, Heri Setiawan, 31, mengatakan, awalnya, Tupon yang memiliki lahan seluas 2.100 meter persegi hendak menjual tanahnya seluas 298 meter persegi pada 2020.

Tanah tersebut dibeli oleh BR. Tupon, kata Heri juga memberikan tanah seluas 90 meter persegi, dengan pertimbangan tanah yang dibeli oleh BR itu tidak memiliki akses jalan.

Selain itu, Tupon juga memberikan tanah seluas 54 meter kepada pengurus RT untuk dijadikan gudang RT seluas 54 meter persegi.

“Terus dipecah,” katanya.

Untuk besaran nilai penjualan tanah seluas 298 meter persegi, BR membelinya satu juta rupiah permeter. BR membayar kepada Tupon dengan jalan diangsur tanpa jatuh tempo.

Adapun besaran uang angsuran pertama yang dibayarkan oleh BR dan diterima oleh Tupon adalah senilai lima juta rupiah.

Di sisi lain, proses jual beli dan pecah sertifikat sudah rampung. Namun, ucap Heri, BR masih memiliki utang pembayaran tanah senilai tiga puluh lima juta rupiah ke Tupon.

Lalu, BR menawarkan utangnya ke Tupon untuk dilunasi dalam bentuk membiayai pecah sertifikat Tupon yang seluas 1.655 meter persegi. Sertifikat dipecah menjadi jadi empat bagian yaitu untuk Tupon dan ketiga anaknya.

Dalam perkembangannya, kata Heri, sertifikat itu ternyata dibalik nama atas nama IF. “Sertifikat itu diagunkan ke bank,” ucapnya. Penulis/Editor: Rochmad/Retnowati.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *