Bantul, metroraya.id – Budaya merupakan identitas diri bangsa. Melestarikan tradisi budaya menjadi tanggung jawab bersama. Abimanyu Putra Pratama seniman muda salah satu penggagas digelarnya workshop tatah sungging wayang kulit gagrak klasik Ngayogyakarta secara gratis, di Sanggar Sagio Seni Ukir, Gendeng, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul. Minggu, 27/4/25.
Peserta yang mengikuti workshop pada sesi pertama tersebut sangat antusias. Terbukti kuota peserta pelatihan sudah penuh dan dibuka lagi pada sesi hari Selasa 29 April dan Kamis 1 Mei. Peserta dari kalangan umum dan berasal dari kota lain, seperti Boyolali, Salatiga, Solo, Temanggung, Jepara dan selebihnya dari Yogyakarta.
Materi pertama workshop adalah pengenalan tatah sungging klasik gagrak Ngayogyakarta. Selanjutnya peserta mulai mempraktekkannya dengan membuat aksesoris berbahan kulit dengan pola gambar yang sudah disediakan. Para peserta secara full didampingi oleh trainner profesional dari Griya Ukir Kulit Sagio dari awal hingga finishing. Selain itu hasil karya peserta dipersilakan untuk dibawa pulang.

Foto Bersama Peserta Dengan Karyanya Usai Workshop Tatah Sungging Di Griya Ukir Kulit Sagio. Foto Dok. : metroraya.id
Abi sapaan akrab pemuda 23 tahun ini mengungkapkan tekadnya untuk menularkan ilmu menatah dan sungging yang ia kuasai, meskipun menghadapi banyak tantangan, “Saya bertekad melestarikan wayang kulit purwa gagrag Yogyakarta. Sejak kecil, saya belajar membuat wayang kulit, mulai dari menggambar hingga memahat di Griya Ukir Kulit Sagio,” ungkapnya.
Tekadnya bersambut. Salah seorang peserta dari Jepara menyampaikan bahwa motivasinya mengikuti workshop ini selain ingin menambah wawasan tentang seni tatah sungging, ia juga ingin melestarikan kesenian klasik ini. “Saya ingin menambah wawasan tentang kesenian ini. Saya juga ingin turut melestarikan kesenian tatah sungging yang motifnya sudah distilisasi sesuai dengan perkembangan zaman. Tidak hanya itu, pembuatan tatah sungging juga dapat melatih kesabaran dikarenakan setiap goresannya dibutuhkan konsentrasi dan ketenangan hati,” ujar Rosita Ananda Sari, alumni ISI Yogyakarta.
Kepada tim media metroraya.id Abi menceritakan, setelah lulus SMP pada 2017, ia melanjutkan studi di SMK N 3 Kasihan untuk mendalami seni rupa. Ia mengadopsi teknik lukis dalam karya-karya bertema wayang, dan berpartisipasi dalam berbagai pameran. Ia terobsesi menginovasi tatah sungging dengan kemasan modern dan tampilan eksentrik untuk menarik generasi muda. Terinspirasi oleh tema horor yang populer di Indonesia dan kisah misteri serta makhluk mitologi Jawa dengan menggunakan warna cerah dan mencolok dalam karyanya.
“Menurut saya modernisasi dapat meningkatkan minat generasi muda terhadap produk, salah satunya film animasi yang sangat populer di Indonesia. Menyikapi fenomena ini, saya menciptakan wayang animasi dengan tokoh dari film animasi yang distilisasi, tanpa menghilangkan aspek simbolik yang ikonik. Tentunya juga mempertahankan teknik tatah sungging sebagai ciri khas karya,” jelasnya gamblang.
Sebagai putra dari seorang maestro tatah sungging wayang kulit gagrak Ngayogyakarta, ia menyadari bahwa bakat yang mengalir di dalam darahnya tidak mungkin dengan sendirinya memancar keluar dan memberikan manfaat lebih manakala tidak diasah dengan baik. Ia tidak mencukupkan diri hanya dengan mengandalkan bakat. Oleh karenanya ia mendalami ilmunya di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Ia juga memperluas wawasan dan jejaringnya dengan tekad kuat untuk melestarikan seni budaya yang adiluhung. *Penulis/Editor: Rochmad/Retnowati
Leave a Reply